Maraknya rekaman perkelahian antar siswa yang sekarang mulai beredar luas lumayan membuat para pendidik/Guru seolah kebakaran jenggot, bagaimana tidak, siswa yang didiknya selama kurang lebih 3-6 tahun ternyata tak ubahnya seorang preman jalanan yang hanya bisa adu jotos dengan siswa yang laen. sebenarnya pemandangan ini merupakan pemandangan yang tidak asing lagi bagi mata kita, banyak sekolahan di ibukota yag terlibat tawuran antar siswa, bahkan tawuran tersebut telah pada taraf yang lebih tinggi levelnya yaitu Mahasiswa antar kampus juga telah jamak kita lihat.
Apa yang sebenarnya terjadi pada pendidikan negara Indonesia? apakah Indonesia kekurangan sosok guru yang arif? dan apakah faktor siswa yang kurang memahami status mereka sebagai anak sekolahan yang terdidik? ya...lagi-lagi esensi kependidikan yang hilang dari diri seorang siswa dan dunia pendidikan Indonesia tercoreng dengan hal-hal negatif tersebut.
Ada sebuah fenomena yang unik di Jogjakarta,kota yang kental dengan budaya dan pelajarnya. Baik budaya lokal yang sudah bertahan bertahun-tahun lamanya maupun budaya import yang ada sisi positif dan negatifnya. Produsen kaos DAGADU terkenal dengan produksi kaos-kaos yang unik dan kreatif dan seolah produsen tidak kehilangan ide-ide kreatifnya. Dalam kaos tersebut biasanya terdapat berbagai tulisan yang mengangkat budaya-budaya lokal Jogjakarta maupun tulisan yang isinya banyak pesan moral untuk semua kalangan diantaranya ada tulisan yang seperti ini "SMU NGERI 1,SMU NGERI 2, dan SMU NGERI SEKALI". Dari kata-kata singkat tersebut kita dapat mengambil pelajaran betapa sekarang SMU menjadi sekolahan yang sangat menakutkan karena gambaran tentang tawuran,love-lovan hingga mabuk-mabukan.
Dalam dunia pendidikan kita temukan kata-kata ini "At-Tariqah Ahammu Minal Madah,wa Ruhul Mudarris Ahammu Min At-Tariqah",dari kata tersebut kita dapat menyimpulkan bahwasannya seorang guru memiliki peran penting dalam dunia pendidikan. Guru yang memiliki 'Ruh' yang mensifati dan membentuk pribadi-pribadi mulia pada semua siswanya, Guru yang memiliki kepribadian mulia yang dapat dicontoh oleh siswa-siswanya, jangan sampai murid kehilangan sosok yang dapat ditiru dan digugu (dalam istilah jawa 'selalu didengar nasihatnya').
Ada kata-kata yang sangat bijak "Syakautu ila waqi'in su'a Hifdzi Fa Arsyadany ila tarki Al-Ma'ashi, wa Akhbarani Bi Anna Ilma Nur wa Nur Allahi la yuhda li Al-'Ashy". Ada seorang siswa yang bertanya kepada Gurunya karena dia merasakan kesulitan untuk mengahafalkan sesuatu, kemudian Gurunya tersebut menyarankan agar dia meninggalkan maksiat yang selama ini dia (siswa) lakukan, dan sang Guru berkata Sesungguhnya ilmu itu adalah Cahaya (ilahi) dan Cahaya itu tidak akan diberikan kepada seseorang yang berbuat MAKSIAT.
Perkelahian,jotos-jotosan,tinju-tinjuan,tawuran dan apapun namanya, semua itu tidak mendidik dan termasuk sebuah maksiat, jadi seorang siswa jangalah berharap akan mendapatkan ilmu ataupun Cahaya Allah selama masih membudayakan hal-hal negatif diatas.
This entry was posted
on Saturday, February 28, 2009
at 8:42 AM
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.